Senin, 23 Januari 2012

KU TEMUKAN DIRIKU DI BULAN RAMADHAN


          
            Embun di pagi hari begitu sejuk. Burung berkicau sangat merdu, memecahkan keheningan dipagi hari ini. Matahari mulai menampakkan dirinya, ketika aku menyisir rapi rambutku yang hitam dan panjang sambil sesekali tersenyum didepan kaca.
            “Hmm, Aku cantik juga.” Ujarku.
            Aku sangat terpesona dengan wajahku sendiri, sehingga tak tersadar jam diniding menunjukkan pukul 06.30.
            “Ha.. udah jam setengah tujuh.”
            Lalu, aku bersegera bersiap-siap. Aku beranjak dari meja riasku yang penuh dengan berbagai macam aksesoris. Aku langsung menyambar tas yang tergeletak diatas ranjang dan keluar dari kamar.
            “Ma, Zaskia berangkat ya.” Teriakku.
            Ibuku terkejut mendengarku berteriak.
            “Ya Alloh, Zaskia....” kata ibuku terkejut.
            Aku menyambar roti yang tersedia dimeja makan, dan menghabiskan setengah gelas susu coklat.
            “Ma, Zaskia berangkat.” Kataku tergesa-gesa, sambil mencium tangan ibu lalu pergi.
            “Lho.. ga sarapan dulu sayang?” tanya ibu.
            “Udah telat ma, Zaskia sarapan di kampus aja. Assalammu’alaikum.” Kataku segera pergi.
            “Waalaikumsalam.” Jawab ibuku. “Zaskia,, Zaskia.” Lanjut ibuku sambil menggelengkan kepala.
            “Kenapa Zaskia, mah?” tanya ayahku yang tiba-tiba menghampiri sambil membawa koran.
            “Tuh anak papa, kesiangan lagi. Buru-buru pergi, jadinya ga sarapan.”
            “Sama tuh kayak mama.” Ledek ayah.
            Ibu cemberut, “Selalu deh, yang jelek-jeleknya pasti mirip mama, giliran yang bagus mirip papa.”
            Ayah tertawa.
^___^

Diluar rumahku, terparkir sebuah mobil sedan berwarna hitam metalik. Aku segera menuju ke arah mobil itu dan langsung masuk kedalamnya.
“Akhirnya..” ujar Ilham. Orang yang menungguku didalam mobil dan dia adalah kekasihku.
“Maafkan aku??”
“Kebiasaan.. kalau dandan jangan lama-lama. Membuat bosan orang yang menunggu.” Kata Ilham menasehati.
Aku mengangguk, “Maaf..”
“Ya udah.. ayo berangkat?”
Aku tersenyum.
^___^

            Universitas Negeri Bandung adalah tempatku dan Ilham menuntut ilmu. Aku mahasiswa tingkat 2 dan Ilham mahasiswa tingkat 3. kami kuliah di fakultas yang sama Fakultas Ekonomi.
            Aku dan Ilham masuk ke dalam kampus. Ketika akan masuk kedalam gedung Fakultas Ekonomi, terpampang sebuah spanduk yang mencuri perhatianku. Spanduk itu bertuliskan “SELAMAT DATANG BULAN RAMADHAN, BULAN PENUH BERKAH, BULAN PENUH AMPUNAN”. Tulisan itu sangat indah, bukan hanya indah karena dihiasi dengan gambar-gambar dan simbol-simbol, tetapi tulisan itu sangat indah hingga mampu membuatku begitu ingin merasakan bulan Ramadhan.
            “Ga kerasa yah, bentar lagi mau puasa.” Kataku.
            Ilham mengangguk.
^___^

            “Yah... kita akhiri saja pertemuan kita untuk hari ini. Karena mau masuk bulan Ramadhan. Saya memohon maaf  untuk kesalahan saya. Siapa tau ada yang tersinggung, ada yang pernah saya marahi. Sekali lagi saya mohon maaf.” Kata salah satu dosen yang mengajar dikelasku.
            “Iya pak.. sama-sama.” Teriak kami.
            Lalu, kami pun segera membenahi barang-barang, dan segera keluar dari kelas.
            “Ini.” Kata Arya salah seorang teman sekelasku ambil memberikan pamflet kepadaku secara tiba-tiba.
“Apa ini, Ya?” tanyaku.
“Selama bulan Ramadhan, Formasi akan mengadakan banyak kegiatan. Saya harap kamu mau berpartisipasi.?”
“Oh... Baiklah. Insya alloh aku ikut.”
Arya tersenyum, “Syukron. Kalau gitu, saya duluan. Assalammu’alaikum”
“Waalaikumsalam.”
Arya adalah seorang ikhwan dan juga aktivis dakwah yang bergabung dengan lembaga kemahasiswaan Formasi (Forum Mahasiswa Islami). Aku tidak tau kenapa Arya memberikan pamflet yang penuh dengan jadwal kegiatan islami kepadaku, padahal aku tidak pernah ikut sekalipun dengan kegiatan Formasi. Tetapi, dari pamflet yang aku anggap tidak begitu bermakna, pamflet itu pulalah yang merubah seluruh hidupku.
^___^

Hari pertama shaum aku begitu bersemangat. Entah kenapa shaum tahun ini aku merasa sangat bersemangat, berbeda dengan shaum-shaum tahun lalu. Aku tidak pernah sesemangat ini. Dikampus pun begitu, walaupun sedang shaum dan melakukan banyak aktivitas, aku sangat bersemangat.
Ketika semangatku menyala untuk beraktivitas dikampus, aku melihat para anggota Formasi yang lebih bersemangat dariku sedang mempersiapkan untuk kegiatan yang akan dilakukan. Pada saat itu, aku iri melihat mereka. Walaupun panas matahari menusuk kedalam kulit, tapi wajah mereka begitu bercahaya. Aku tidak melihat ada raut muka yang kelelahan. Justru sebaliknya, wajah mereka sangat segar dan terus tersenyum. Dan hatiku berkata, “Aku ingin seperti mereka.”
“Kau kenapa?” tanya Ilham membangunkan angan-anganku.
“Oh.. tidak.”
“Ayo..” ajaknya.
“Ilham, kalau aku berubah menjadi seperti mereka, bagaiman??” tanyaku.
“Apa?! Kau.....”
“Tidak usah dijawab. Ayo pergi..” kataku, lalu pergi.
Ilham melihatku dengan heran.
^___^

Malamnya, aku pergi ke masjid bersama keluargaku untuk sholat tarawih. Aku dan ibuku duduk di shaf paling belakang. Kami melaksanakan sholat isya terlebih dahulu, lalu mendengarkan tausiyah, dan yang terakhir sholat tarawih.
Ketika sholat tarawih, aku merasa gusar. Sholat tarawih ku malam itu tidak khusyu. Ada yang mengganggu pikiranku. Aku merasa ada sesuatu yang berbisik ditelingaku, terus berbisik... terus berbisik... hingga rokaat terakhir sholat tarawih.
Ketika tiba dirumah tepatnya dikamarku sendiri, aku merenung. Merenung memikirkan, apa yang barusan berbisik ditelingaku? Apa pula yang dikatakannya?. Hatiku berkata, kalau bisikan itu, adalah bisikan untuk menyuruhku mengenakan jilbab. Aku masih belum yakin, tapi aku merasakannya. Merasakan hidayah yang telah Alloh beri padaku untuk mengenakan jilbab.
^___^

Hari pertama mengenakan jilbab bagiku sangat aneh, mungkin karna aku belum terbiasa dan aku masih menggunakan jilbab yang pendek. Aku pergi kekampus untuk menunaikan amanah orang tua. Setibanya dikampus, teman-temaku yang melihat aku sudah berjilbab menanggapi dengan macam tanggapan. Begitupun dengan ilham.
“Kamu dikerudung? Sejak kapan? Kok ga bilang dulu sama aku?” kata ilham dengan deretan pertanyaannya.
“Sejak sekarang, dan insya alloh sampai seterusnya.”
“Kenapa ga bilang?”
“Aku tidak ingin dulu bilang padamu. Karna aku takut kalau niatanku untuk mengenakan jilbab jadi tergoyah.”
Ilham mengangguk.
“bagus tidak??” tanyaku.
Ilham tersenyum, “Sangat cantik.”
Aku tersenyum.
Lalu tiba-tiba Arya menghampiriku.
Subhaanallooh, istiqomah yah zaskia.” Kata Arya.
Aku tersenyum, “Terima kasih.”
^___^

Minggu kedua aku mengenakan jilbab, banyak yang berubah dalam hidupku ketika aku mengenakan jilbab. Salah satunya aku lebih rajin untuk beribadah, dan sejak mengenakan jilbab aku ingin sekali menjadi salah satu bagian dari keluarga Formasi. Hingga akhirnya aku menceritakan keinginanku kepada Naya, seorang akhwat dan juga anggota Formasi yang aku kenal selain Arya.
“Subhaanallooh. Nanti aku bilang ke teh arum, beliau pasti setuju.” Kata Naya.
“Tapi aku malu, Ya. Aku ga kenal siapa-siapa selain kamu sama Arya.”
“Zaskia, hati kamu sudah digerakkan oleh alloh untuk ikut berjuang dijalanNya. Malu bukanlah alasan untuk mundur dari jalan dakwah. Kalau kamu keburu meninggal, gimana? Kamu ga sempet buat merasakan bagaiman indahnya berjuang dijalan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.” Katanya sedikit menasehati.
Aku mengangguk, “Kamu benar, Ya. Aku ingin sekali berubah.”
Naya tersenyum.
^___^

Tanpa sepengetahuan Ilham, aku ikut bergabung dengan Lembaga Dakwah Fakultas ‘Formasi’ dan mulai sedikit demi sedikit mengikuti kegiatannya. Waktu ku, aku habiskan untuk terus meningkatkan ketaqwaan ku kepada Alloh. Tak ada lagi waktu ku untuk Ilham.
“Zaskia, kenapa kamu jadi lebih sering menghabiskan waktu dengan Formasi, sibuk dalam kegiatan-kegiatannya. Kamu jarang sekali punya waktu untuk aku. Bahkan, masuk ke LDF ini pun kamu ga bilang dulu sama aku.”
“Ilham, aku sangat ingin menjadi kekasih alloh.”
“Aku tau Zaski, tapi aku merasa kalau sekarang ini kamu menggantungkan hubungan kita. Apa kamu ingin seperti mereka, tidak ada pacaran?”
“Mungkin aku akan menuju kesana.”
Ilham menatapku. Lalu dia melihat ke arah anggota Formasi yang lain.
Ilham menghela napas, “Baiklah, kita bicarakan ini lagi nanti.”
Aku mengnagguk.
Lalu Ilham pergi.
Aku melihatnya pergi. Ketika aku melihat Ilham pergi, Arya melewatiku sambil berkata, “Tidak baik seorang akhwat berbicara seperti itu dengan yang bukan mukhrimnya.”
Aku sedikit terkejut, “Kau dengar pembicaraanku?”
“Saya tidak bermaksud untuk menguping, tapi suara kalian cukup keras.” Lanjutnya, lalu pergi.
Aku mengerutkan kening. Ketika itu teh Arum, ketua keputrian Formasi menghampiriku.
“Itu pacarmu??” tanya teh Arum.
“Iya teh.” Jawabku singkat.
Teh Arum tersenyum, “Agama kita tidak mengajarkan kita untuk berpacaran. Agama kita hanya mengajarkan kita tentang taaruf.”
“Iya teh, saya tau.”
“nanti ada tausiyah dan membahas tentang hal ini. Supaya lebih paham, nanti dengarkan apa kata Pak Ustadz.”
“Baik teh.”
^___^

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isteri kamu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin : “Hendaklah mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Ahzaab : 59).
alloh subhanahu wa ta’ala telah menerangkan dengan jelas dalam ayatNya. Setiap wanita muslim wajib untuk mengenakan jilbab, dan jilbabnya harus dijulurkan keseluruh tubuhnya, sehingga bentuk tubuhnya tidak bisa diperkirakan oleh orang lain, dan insya alloh tidak akan terganggu dan diganggu oleh apapun dan siapapun.
Rasulillah saw bersabda : “sesungguhnya salah seorang diantaramu ditikam dari kepalanya dengan jarum dari besi, adalah lebih baik daripada menyentuh seseorang yang bukan mukhrimnya.” (HR. Tabrani). “tangan Rasulullah saw tidak pernah sama sekali menyentuh tangan perempuan didalam bai’at, bai’at Rasulullah dengan mereka adalah ucapan.” (HR. Bukhori).
Rasulillah saw saja, manusia yang paling mulia lebih baik kepalanya ditikam dengan jarum dari besi daripada menyentuh wanita yang bukan mukhrimnya. Sedangkan kita..... Ya Alloh.. ampunilah kami...........................................................”
Itulah sebagian tausiyah yang diberikan kepada kami. Setelah mendengar tausiyah dari Pak Ustadz dan mengikuti serangkaian kegiatan Formasi, aku termenung. Aku sadar, kalau yang aku lakukan selama ini hanya untuk mengejar duniaku saja. Aku tidak memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan akhirat. Selama ini aku terbuai oleh rayuan syetan. Pada saat itu aku berjanji, mulai dari sekarang aku akan mengejar akhiratku, tanpa melalaikan amanah yang Alloh amanahkan kepadaku didunia. Aku akan merubah semuanya yang ada didalam diriku. Perlahan, aku mulai menjulurkan jilbabku ke seluruh tubuhku. Aku memberikan semua pakaianku. Pakaian yang lebih banyak memperlihatkan aurat dan menggantinya dengan pakaian yang syar’i. Pakaian yang menutup seluruh tubuhku tanpa menonjolkan sedikitpun lekuk tubuhku. Dan aku pun memperbaiki hubunganku dengan Ilham.
^___^

            Dengan ditemani oleh Naya, aku bertemu dengan Ilham.
“Akhirnya, kamu menemui aku juga.” Kata Ilham. “Udah lama ga ketemu, jilbab mu semakin panjang, yah?”
            Aku tersenyum, “Inilah yang mau aku bicarakan dengan mu.”
            Ilham mengerutkan keningnya, “Membicarakan apa? Serius sekali. Tapi, apa harus dengan Naya?”
            “Tidak baik jika seorang laki-laki dan perempuan muslim berbicara berdua saja. Syetan akan masuk ditengah-tengahnya.”
Ilham mulai merasakan perubahanku.
“Ilham, semoga apa yang aku katakan ini kamu bisa menerima dengan ikhlas.”
            “Apa maksudmu?”
            “Aku pernah berkata padamu kalau aku akan menuju seperti bagaimana teman-temanku di Formasi.”
            Ilham mengangguk.
            “Aku memang benar-benar ingin menuju kesana. Untuk sekarang ini dan insya alloh untuk seterusnya, aku hanya ingin menjadi kekasih alloh. Dihatiku tidak ada yang lain, dihatiku hanya ada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.”
            Ilham tidak berkomentar.
            “Aku masih harus banyak belajar. Tetapi aku sudah cukup paham untuk bisa mengatakan hal seperti ini. Ilham. Jika kita berjodoh Alloh pasti akan mempertemukan kita kembali melalui rencanaNya dan caraNya yang sangat indah. Maafkan aku Ilham, tapi ini adalah jalan hidupku sekarang. Jalan hidupku untuk berjuang di jalan Alloh.”
            Ilham terdiam.
            “Ilham, aku harap kamu pun bisa ikut bersama kami untuk berjuang dijalan Alloh dan sama-sama untuk mengangungkan namaNya keseleruh jagad raya ini.”
            Ilham mengangguk, “Aku tau hal ini pasti terjadi. Aku tidak sedih, justru aku sangat bangga terhadapmu. Gadis yang aku cintai, bisa berubah seperti ini dalam waktu singkat. Aku tidak mungkin mencegahmu untuk berjuang dijalan Alloh, benarkan?”
            Aku tersenyum.
            “Zaski, doakan aku. Agar aku bisa ikut mengagungkan nama Alloh, berjuang di jalanNya. Dan semoga kita dipertemukanNya kembali.”
            “Insya alloh.” Kataku.
^___^

            Keesokan harinya.
            Setelah berbicara dengan Ilham, hatiku menjadi tenang. Tidak ada lagi yang membuat aku ragu untuk berjuang dijalanNya.
            Aku berpapasan dengan Ilham. Aku menundukkan kepalaku, tersenyum padanya, lalu pergi. Ilham sedang bersama Angga, sahabatnya.
            “Ham,, lo udah putus sama Zaskia?” tanya Angga.
            “Iya..”
            “Padahal lo sama dia udah dari sma, sayang banget putus.”
            Ilham menghela napas, “Zaskia udah berubah, walaupun gue putus dengan dia, tapi kami masih menjalin hubungan dengan baik. Gue ga akan pernah menyesal putus dari dia dan gue bangga Zaskia berubah, karna yang ngebuatnya berubah bukan makhluk, tapi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.”
^___^

            Yah.. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menggerakan hatiku, membuka pintu hatiku, memberi hidayahNya untukku untuk terus berjuang dijalanNya dan mengagungkan namaNya.
            Bulan Ramadhan kali ini, adalah bulan Ramadhan milikku. Karna aku menemukan diriku yang sebenarnya pada bulan Ramadhan.



Dini Oktafiani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar